FARAIDH (Mawaris)
FARAIDH
(Mawaris)
Faraidh
merupakan ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris dan
siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.
Faraidh adalah salah satu disiplin ilmu di dalam islam yang sangat utama untuk
dipelajari. Ilmu ini sangat berguna untuk mencegah perselisihan-perselisihan
dalam pembagian harta warisan, sehingga orang yang mempelajarinya akan
mempunyai kedudukan yang tinggi dan mendapatkan pahala yang besar pula di sisi
Allah SWT. Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi saw bersabda, “Pelajarilah ilmu
faraidh serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraid
setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat
dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni)
Ini
jelas menunjukkan bahwa sekiranya umat islam itu ingkar dengan ketentuan Allah,
maka Allah akan melemparkannya ke dalam api neraka selama-lamanya. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu ancaman yang amat berat bagi mereka yang mengabaikan
pelaksanaan hukum faraidh dalam pembagian waris. Di dalam surah (An-Nisa: 14)
“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya kedalam api neraka
sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. Dalam hal ini
sangat jelas menunjukkan bahwa apabila umat Islam itu ingkar dengan ketentuan
Allah, maka Allah akan melemparkannya ke dalam api neraka selama-lamanya. Ini
menunjukkan bahwa suatu ancaman yang amat berat bagi mereka yang mengabaikan
pelaksanaan hukum Faraid dalam pembahagian waris. Sekiranya pembahagian Faraid
diabaikan, dikhawatirkan akan terjadi tiga hal yakni, memakan harta anak yatim,
memakan harta saudara dan memakan harta Baitulmal.
Rukun Faraidh ada tiga :
1- Al-Muwarrits, yaitu mayit.
2- Al-Warits, yaitu dia yang masih hidup
setelah meninggalnya Al-Muwarrits.
3- Alhaqqul Mauruts, yaitu harta
peninggalan
Penyebab waris ada tiga :
1.
Nikah
dengan akad yang benar, hanya dengan akad nikah maka suami bisa mendapat harta
warisan istrinya dan istripun bisa mendapat jatah dari suaminya.
2.
Nasab
(keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua, keturunan
seperti anak, ke arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak mereka.
3.
Perwalian,
yaitu ashobah yang disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan
menjadikannya merdeka, maka dia berhak untuk mendapatkan waris jika tidak ada
ashobah dari keturunannya atau tidak adanya ashab furudh
Penghalang waris ada tiga :
1.
Perbudakan
: Seorang budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula mendapat waris, karena dia
milik tuannya.
2.
Membunuh
tanpa dasar : Pembunuh tidak berhak untuk mendapat waris dari orang yang
dibunuhnya.
3.
Perbedaan
agama : seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak
mewarisi Muslim.
Yang perlu (bahkan wajib)
diperhatikan ialah tentang kedudukan harta waris itu sendiri dari segi hak dan
kaitannya dengan perkara-perkara lain seperti zakat, nazar, kaffarah, haji,
gadaian, denda hukum, hutang kepada Allah dan sebagainya; Dengan demikian, jika
zakatnya belum dikeluarkan, maka wajib dikeluarkan. Jika sebahagiannya juga ada
diperuntukkan untuk nazar oleh almarhum/almarhumah, maka wajib ditunaikan. Jika antara harta itu terdapat gadaian juga
wajib ia dipisahkan. Jika ada hutang almarhum/almarhumah kepada Allah, maka
bayarlah hutang itu. Jika semasa hidupnya sudah wajib dia menunaikan haji,
tetapi dia tidak pergi menunaikannya, maka wajib juga dipisahkan untuk
keperluan menghajikannya, begitulah seterusnya. Setelah cara pertama yang di
atas dapat disempurnakan, maka baki harta itu diperuntukkan pula untuk
perbelanjaan perlaksanaan fardhu kifayahnya, seperti membeli kain kafan dan
keperluan pemakamannya menurut yang selayaknya.
Komentar
Posting Komentar