Halalan Thahyiban

Halalan
Thahyiban
            Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang dibenarkan (tidak dilarang) penggunaan atau pemakaiannya. Menurut al-Qur’an, semua makanan yang baik dan bersih adalah halal. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrowi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan agama, baik kebolehan itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk ditinggalkan) maupun mubah (netral atau boleh-boleh saja), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh. Segala yang ada di alam semesta ini halal untuk digunakan sehingga makanan yang terdapat di dalalmnya juga halal. Karena itu al-Qur’an mengecam mereka yang mengharamkan rizki halal yang disediakan Allah SWT. untuk manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya : Dia-Lah Allah SWT. yang menjadiakn segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu ia jadikan-Nya tujuh langit! dan Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu  ( QS.Al-Baqarah : 29). Pengecualian atau pengharaman harus bersumber dari nash, baik melalui al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan pengecualian itu oleh kondisi manusia, yaitu karena ada makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya. Atas dasar ini turun firman Allah SWT : yang artinya:” Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah : 168).
Jadi  pengertian  halalan  berarti diperbolehkan menurut  hukum Islam  sebagaimana  dijelaskan  dalam  berbagai  ayat,  yang  mengangkat status hukum setiap perbuatan manusia, baik terhadap Allah SWT. ataupun terhadap  manusia  itu  dengan  cara  yang  sah.  Demikian  halnya  dengan benda atau uang yang diperoleh dengan cara misalnya mencuri, menyuap, menipu  dan  menggelapkan  barang,  meskipun  benda  tersebut  layak  dan halal namun sifatnya adalah haram maka orang yang melakukannya harus bertanggung jawab di akhirat.
            Thayyiban merupakan syarat pertama atau utama bagi makanan yang boleh dimakan yang telah ditetapkan hukum syara’, adapun syarat yang lain ialah bahwa makanan itu harus thayyib. Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama. Selain itu pengertian thayyib tersebut semakna dengan gizi yaitu sesuatu (zat) yang baik yang diperlukan oleh tubuh manusia. Dengan demikian ungkapan “Halal lagi baik” dapat diterjemahkan dengan “halal lagi bergizi”. Thayyib mempunyai makna yang lebih tepat dari ghidza. Thayyib berarti baik dan sesuai, sehingga tidak menimbulkan akibat negatif bagi yang memakannya. Thayyib berasal dari bahasa Arab thaba yang artinya baik, lezat, menyenangkan, enak dan nikmat atau berarti pula bersih atau suci. Oleh sebab  itu,  kata  thayyib  mempunyai  bermacam  arti  yaitu  baik,  enak, lezat, nikma, bersih atau suci.
Menurut M. Quraish Shihab, kata tayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata thayyib dalam konteks perintah makanan  menyatakan  bahwa thayyib  berarti makanan  yang tak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau dicampuri benda najis. Kata 'thayyib' menurut bahasa berarti lezat, baik, sehat, tenteram, dan paling utama. Ini berarti yang thayyib adalah “yang tidak kotor atau rusak dari segi zatnya, kadaluwarsa tidak juga bercampur dengan najis atau  yang mengundang selera yang hendak memakannya dan tidak membahayakan fisik,akal, dan jiwanya. Ada juga yang mengartikan  sebagai  makanan  yang mengandung  selera bagi yang akan memakannya atau tidak membahayakan fisik atau akalnya. Dan kita bias berkata kalau makanan itu thayyib dalam makanan jika makanan itu bersih, baik, lezat.
Jadi yang dimaksud makanan halalan thayyiban menurut penjelasan al-Quran di atas  merupakan segala yang baik dan wajar dimakan, yang baik untuk jiwa tidak membahayakan badan dan akal manusia, mengandung zat-zat  yang diperlukan oleh tubuh manusia serta dimakan dalam takaran yang cukup dan seimbang.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Sastra analisis secara teks

Takaran dan Timbangan

Manusia Sebagai Makhluk Allah